Kapan KAmu Mulai Jatuh Cinta?
Part 1 disini
Masih di tahun 1997. Anak perempuan yang sudah duduk di taman kanak-kanak selama satu tahun. Masuk sekolah usia 4 tahun, ia harus rela ditinggal teman-temannya masuk SD duluan. Untungnya adalah, usianya masih lima tahun. Meskipun mengulang, ia masih merasa senang bermain dan belajar di taman kanak-kanak bersama ibu guru yang sabar dan baik hati. Mungkin, akan berbeda jika sudah SD, SMP, atau SMA, jika harus mengulang, dia pasti akan sangat frustasi. Ya, itulah masa kanak-kanak. Masa yang mungkin banyak kenangan yang dilupakannya, tapi itu adalah masa-masa paling bahagia. Dimana kamu belum tumbuh dewasa dan tak banyak memikirkan hal apapun. Kamu hanya perlu bermain, bermain, dan bermain.
Masih di tahun 1997. Anak perempuan yang sudah duduk di taman kanak-kanak selama satu tahun. Masuk sekolah usia 4 tahun, ia harus rela ditinggal teman-temannya masuk SD duluan. Untungnya adalah, usianya masih lima tahun. Meskipun mengulang, ia masih merasa senang bermain dan belajar di taman kanak-kanak bersama ibu guru yang sabar dan baik hati. Mungkin, akan berbeda jika sudah SD, SMP, atau SMA, jika harus mengulang, dia pasti akan sangat frustasi. Ya, itulah masa kanak-kanak. Masa yang mungkin banyak kenangan yang dilupakannya, tapi itu adalah masa-masa paling bahagia. Dimana kamu belum tumbuh dewasa dan tak banyak memikirkan hal apapun. Kamu hanya perlu bermain, bermain, dan bermain.
Saat itu adalah jam makan. Anak-anak
mulai menyantap bekal makanan yang dibawanya dari rumah. Termasuk aku. Dulu,
ibu sering memberikan bekal “Mie Presiden”. Sejenis mie instan yang dikemas
dalam sebuah wadah sterofom dan cukup disiram air panas seperti “Pop Mie”. Kalau
dulu, belum ada “Pop Mie”, yang paling tren, ya itu “Mie Presiden”, kalau
sekarang sepertinya sudah tidak ada. Entahlah, dulu sepertinya masih belum
sadar tentang bahaya mie maupun MSG dan sejenisnya, ibu guru tak pernah
melarang anak-anak bekal mie dari rumah.
Tepatnya aku lupa karena apa aku
menangis. Aku keluar kelas dan berjalan menuruni tangga. Dulu kelasku di lantai
dua. Lantai satu dipergunakan untuk sekolah agama, TPQ kalau tidak salah
namanya. Kelasnya dipergunakan siang hari.
Dengan tempat minum yang
dikalungkan ke leher, air mata dan ingus yang saling berlomba bercucuran di
wajah, aku tak hentinya menangis sambil memanggil-manggil ibu. Ibu guru memanggil
dari belakang, tapi tidak ku gubris, aku hanya ingin bertemu ibu dan
memeluknya.
Dan saat itulah aku bertemu
dengan Ghisan, anak laki-laki beramput kriting, sedikit gemuk, dan berkulit
putih. (Jangan kamu banyangakan ketika aku bertatap muka dengan Ghisan dengan
iringan lagu romantis lalu dirusak dengan air mata dan ingus yang hampir
menetes kemulut lalu menjilatnya dengan lidah, haha).
Ibu yang mendengar suaraku langsung
memelukku dan entahlah aku lupa bagaimana saat itu. yang ku ingat adalah aku
langsung mau diajak kelas lagi oleh ibu guru dan mulai menghabiska “Mie
Presiden” ku.
Hari-hari ditaman kanak-kanak pun
semakin menyenangkan karena ada Ghisan, teman yang berbeda kelas tapi sering
mengajak main. Aku masih ingat, ibunya Ghisan sangat baik. Ibu sering mengobrol
dengan ibunya Ghisan saat kita sedang bermain. Akupun pernah bermain ke
rumahnya, bersama anak-anak lainnya juga.
Dengan Ghisan, perasaan seperti
kepada Indra pun muncul. Perlahan, Indra mulai biasa-biasa saja dimataku. Bahkan,
ketika Ghisan tertawa lalu mengelap ingus dengan tangannya pun kamu masih
tersenyum manis kepadanya.
Ghisan adalah teman yang sangat
ceria, sering tersenyum, dan dia sering ingusan. Dia yang paling kuingat. Si rambut
kriting.
Entahlah, apa mungkin anak lima
tahun sudah mulai dapat menyukai lawan jenisnya?
Yang jelas, perasaan “berdebar”
itu memang aku rasakan. Apa kalian juga pernah mengalaminya?
Mungkin itu akan menggelikan atau
memalukan. Dan ketika kalian mengingatnya, kalian akan berkata, “Benarkah aku
dulu seperti itu? Sulit untuk dipercaya.” Tapi bagaimanapun, itu adalah
kenangan yang paling manis, setidaknya untukku, itu adalah masa lalu yang
sangat berharga. Ternyata masa kecilku sangat berwarna.
Komentar
Posting Komentar