Negeri itu Bernama Indonesia
Mungkin
kau lupa, akan ku ceritakan sebuah kisah tentang dirimu dan negeri yang kau
tinggali. Kau berada di negeri yang subur dan makmur bernama Republik
Indonesia. Setuju sajalah dengan apa yang ku bilang, karena memang negeri kita
ini negeri yang sangat subur. Subur dengan tambang emas, batu bara, dan
minyaknya. Saking suburnya, penduduknya kewalahan hingga mereka dengan senang
hati memberikannya kepada asing untuk dikelola.
Hasil lautnya sungguh menakjubkan, tak heran nelayan dari negeri orang suka
mengambil diam-diam. Belum lagi hasil pangannya seperti beras, kedelai, kopi,
sayur, buah dan lain sebagainya. Sudahlah tak perlu dijelaskan lagi, kita berdiri
di tanah yang subur dan makmur. Kau harus setuju dengan itu. Negeri kita adalah
negeri yang makmur. Saking makmurnya, bawang, beras, buah, sayur pun kita minta
di impor.
Kau tumbuh dan berkembang dengan baik di atas tanah
yang terletak di Asia Tenggara
dengan dilintasi garis khatulistiwa dan
berada di antara benua Asia dan Australia serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia. Kau harus berbangga diri tumbuh dan besar di negera yang terdiri dari
13.466 pulau ini. Luar biasa bukan kau
tinggal di negara dengan kepulauan terbesar di dunia. Kau adalah salah satu
diantara 258 juta jiwa penduduk yang tinggal di Indonesia. Itu belum termasuk
dengan hitungan para tenaga kerja ilegal yang katanya sudah ribuan masuk ke
negara tercinta kita ini.
Kurang lebih 207
juta jiwa yang menghuni negeri ini mayoritas adalah muslim. Ya, mereka adalah
muslim dan kau adalah salah satunya. Jumlah muslim terbesar ke empat di dunia
itu ada di negerimu. Ku ulangi lagi, negara dengan moyoritas muslim terbesar ke
empat dunia. Dan tebak apa yang terjadi negerimu sekarang ini. Mengerikan! Diantara
sekelumit masalah yang ada di hidupmu, diantara cerita senang, sedih yang kau
lalui. Kau tak bisa mengabaikan negerimu. Kau tak bisa acuh dengan keadaannya.
Kau minum dari air yang memancar dari tanahnya, kau makan dari hasil pangannya.
Semuanya masuk ke tubuhmu, menyatu dengan darah dan dagingmu. Itulah kenapa kau
tak bisa tak peduli dengan negerimu.
Mereka berkata, “jangan bertanya apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi mulailah berpikir apa yang telah kau berikan untuk negara”. Baiklah, coba kau pikirkan kira-kira apa yang telah negara berikan kepadamu. Mungkin imunisasi gratis ketika balita, kartu tanda penduduk, akta lahir, dan surat-surat administrasi lainnya. Itupun harus ada pelicin ketika membuatnya, tak sepenuhnya gratis meski katanya gratis. Bahkan ketika kau masuk kantor rt rw pun kau dimintai salam tempel sekedar untuk pengganti tinta pena dan stempel. Apa aku salah bicara? Coba katakan padaku apa yang telah negara berikan untukku ataupun untukmu. Aku tak dapat memikirkan hal lain selain yang ku jelaskan diatas.
Mereka berkata, “jangan bertanya apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi mulailah berpikir apa yang telah kau berikan untuk negara”. Baiklah, coba kau pikirkan kira-kira apa yang telah negara berikan kepadamu. Mungkin imunisasi gratis ketika balita, kartu tanda penduduk, akta lahir, dan surat-surat administrasi lainnya. Itupun harus ada pelicin ketika membuatnya, tak sepenuhnya gratis meski katanya gratis. Bahkan ketika kau masuk kantor rt rw pun kau dimintai salam tempel sekedar untuk pengganti tinta pena dan stempel. Apa aku salah bicara? Coba katakan padaku apa yang telah negara berikan untukku ataupun untukmu. Aku tak dapat memikirkan hal lain selain yang ku jelaskan diatas.
Lantas ketika ada
yang balik bertanya, “apa yang telah kau berikan untuk negara?” Ku kira meski
tak banyak dan istimewa, sebisa mungkin aku selalu ingin membuat negaraku
bangga. Ketika aku berusaha untuk memenangkan lomba, apa itu boleh dibilang cara untuk membuat
negaraku bangga? Ketika aku berusaha keras menaati peraturan rambu lalu lintas,
atau membayar denda karena melanggar, meski kadang aparat itu selalu memudahkan
untuk damai dengan rupiah. Apa itu dapat disebut memberi yang terbaik untuk
negara? Selalu membayar pajak tepat waktu dan menurut ketika di suruh ke tempat
peilihan umum. Apa itu dapat dikategorikan telah menjadi warga negara yang
baik? Meski ternyata yang ku pilih itu terkadang mengecewakan.
Di negerimu ini
kau banyak melihat mereka yang berhambur dijalanan. Fakir, miskin, tukang
asongan, tukang ngamen, pengemis, bocah-bocah yang tak seharusnya bekerja.
Mereka banyak berhamburan di jalanan tempat kau dan mereka berlalu lalang. Lalu
apa yang negara lakukan. Adakah negara membahagiakannya. Adakah negara
merawatnya dengan sungguh-sungguh? Lalu atas dasar apa ada pernyataan, “jangan
bertanya apa yang telah negara berikan kepadamu, tapi mulailah berpikir apa
yang telah kau berikan untuk negara”. Lucu! Mereka tulis di UUN 1945 dalam
pasal 34 ayat (1) Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara. Benarkah
negaramu telah memeliharanya dengan baik?
Ini adalah negeri
Indonesia, yang punya semboyan nasional “Bhineka Tunggal Ika”. Hari ini berisik
sekali orang-orang membicarakan semboyan itu. Katanya, kau muslim yang
menghancurkan semboyan itu. kau muslim yang intoleran. Benarkah? Lantas kenapa
mereka yang minoritas dari dulu sampai sekarang baik-baik saja hidup di
negerimu. Padahal jika mau, kau yang mayoritas bisa habis-habisan membantainya
dari dulu. Ahh, coba tanya saja pada negara, apa salahmu sebagai muslim.
Iya, kau hidup
dinegeri dengan riba merajalela. Mulai dari kredit panci, kredit tanpa agunan,
hingga asuransi. Dan ketika kau bersua bahwa itu dosa, sungguh kau akan
mendapati mereka akan menyalahkanmu. Benarlah yang difirmankan Allah bahwa
islam itu datang dengan asing maka akan kembali asing pula. Saat suatu
kesalahan menjadi sebuah pembenaran karena mayoritas banyak melakukannya.
Itulah negerimu,
itu hanya sebagian kecilnya saja. Kapan-kapan kuceritakan lagi untukmu, semoga
kau tak merasa pengap mendengar ceritanya.
sumber gambar:google.com
Komentar
Posting Komentar