Syair Cinta Dari Hujan


Hujan turun begitu deras, aku yang masih berada dikampus semakin bingung saja. Kalau seperti ini terus bagaimana aku bisa pulang? Gerutuku dalam hati sambil menghela nafas. Padahal aku ingin cepat-cepat pulang ke rumah menonton drama korea favoritku.  
“hujannya semakin besar saja yah?” Tiba-tiba aku terkejut dengan suara yang berasal dari sampingku.
 “Ooh, iya” jawabku setengah kaget. Ternyata dia Fery, teman sekelasku di kampus.
“Kamu juga nunggu hujannya berhenti?” Tambahku.
 “Iya, tidak mungkin aku pulang dibawah hujan yang deras dan tanpapayung.” Jawab Fery. Aku mengangguk mengiyakan.
Aku dan Fery walaupun kita satu kampus bahkan duduk dikelas yang sama, namun kita tidak begitu akrab. Jangankan untuk akrab, sekedar mengobrol saja tidak pernah, paling hanya sekedar senyum dan bercakap satu dua patah kata,itu pun jika ada perlu.
Perlahan tapi pasti hujan pun akhirnya reda juga, tidak  terasa sudah sekitar tigapuluh menit aku dan Fery diam termenung menunggu hujan reda.
“Mi, aku pulang duluan yah.” Suara Fery membangunkan ku dari lamunan.
Iya, hati-hati dijalan.Jawabku singkat.
Fery pun berlalu meninggalkan ku. Tak lama setelah Fery pergi, aku pun pergi.
*****
Ini sudah satu tahun semenjak kejadian waktu itu, aku selalu teringat akan sosok Fery. Fery teman sekelasku yang cuek dan tak banyak bicara tetapi begitu berkharisma. Mungkinkah aku jatuh cinta padanya? Aahhh, mungkin hanya sekedar suka. Tapi kenapa aku bisa menyimpan perasaan terhadapnya?? Begitu banyak pertanyaan dikepalaku.
 “woooyyyyy!!!” Fita membangunkan ku dari lamunan, sontak aku kaget.
 “Ngagetin aja”.
“Mikirin apa sih?” Tanya Fita.
Ga mikirin apa-apa.” Jawabku sekenanya.
 “Asmi, kamu udah tau belum tentang gosipnya Fery?”.
“Gosip apa?” Tanyaku penasaran.
Fita bercerita dengan penuh semangat. “Yaah payah kamu Mi, oke aku cerita yah. Jadi gini Mi ternyata Fery itu pacaran sama senior kita. Kamu tau kan ka Elfira? Yang ketua HIMA itu loh Mi, tau kan? Nah Fery tuh pacaran sama dia”.
 Kata-kata Fita seolah menghentikan detak jantungku. Tidak tahu kenapa hatiku seperti hancur, rasanya sakit sekali. Seolah-olah terniang dikepalaku sudah tidak harapan lagi untukmu Asmi, aku tidak bisa mempercayai yang aku dengar dari Fita.
“kamu denger dari mana? Dari siapa? Emang bener mereka pacaran?” Runtutan pertanyaan ku ajukan pada Fita dengan setengah kaget.
“Beneran Mi, serius. Kemarin aku lihat mereka berdua, mesraaaa banget. Lagian yah Mi anak-anak di kampus juga udah pada tahu. Mereka tuh jadian udah lama tapi backstreet gitu, nah baru-baru sekarang mereka nunjukin kalau mereka pacaran. Kamu tahu sendiri kan ka Elfira semester lima dan Fery baru semester tiga. Mungkin penyebabnya itu jadi mereka backstreet tapi sekarang mereka terbuka.”
Fita menjelaskannya kepadaku. “Gila ga nyangka yah. Menurut kamu gimana Mi? Hmm, musimnya cowo pacaran sama cewe yang lebih tua yah.” Tambahnya sambil tertawa ringan.
Aku tidak menggubris perkataan Fita. Aku diam seribu bahasa, rasanya cerita Fita barusan sulit aku terima. Tanpa kata ku tinggalkan Fita sendiri. Teriakan Fita yang memenggil-manggil nama ku tak ku perdulikan. Aku pergi dengan tangisan di hatiku.
Aku berjalan meninggalkan kampus. Tetesan hujan membasahi tubuhku, seakan langit pun ikut bersedih melihatku. Seiring dengan tetesan air hujan air mata ku mulai menetas membasahi pipi. Aku tidak peduli badanku basah kuyup, aku senang hujan turun dengan begitu tak seorang pun tahu bahwa di bawah hujan ini aku sedang menangis. Aku tidak bisa menguasai diriku sendiri. Berulang-ulang aku bertanya pada hatiku. Kenapa harus seperti ini? Kenapa harus terlalu bersedih? Aku tidak mau seperti ini.
“Saat hujan seperti ini berjalan dengan santainya. Ayo ikut aku. Kita berteduh di sana!” Seseorang menarik tanganku, aku tidak menanggapi perkataannya. Ku ikuti langkahnya.
Dia membawa ku berteduh di sebuah kantin di luar kampus. Untuk beberapa saat aku tak menanggapi orang itu, sampai orang itu menawarkan ku untuk duduk di salah satu tempat duduk yang disediakan kantin tersebut.
Ayo duduk dulu!” Ujarnya.
“Terimakasih.” Hanya kata itu yang terlontar dari mulutku.
Keadaan pun hening kembali, hanya gemercik air hujan yang terdengar. Orang itu mulai memecah keheningan diantara kami berdua.
“Biasanya kamu nunggu hujan berhenti baru pergi, tapi tadi kenapa hujan-hujanan?”
 “Ga apa-apa. Aku lagi buru-buru jadi aku hujan-hujanan.” Jawabku
“Kalau buru-buru kenapa jalannya sesantai itu. Apalagi dalam keadaan hujan?” tanyanya lagi padaku.
Aku memandangnya, rasanya air mataku ingin jatuh kembali. Sebisa mungkin aku menahannya. Aku harus bisa menguasai diriku sendiri, jangan sampai orang ini mengetahui perasaan ku saat ini, jangan sampai orang yang didepan ku ini tahu bahwa aku menaruh hati padanya. Jangan sampai Fery tahu bahwa hatiku hancur mendengar berita tentang dirinya dengan Elfira.
“Maaf, aku harus pergi.” Jawab ku sambil meninggalkan Fery .
******
Rasanya aku malas sekali untuk pergi ke kampus. Aku tidak ingin melihat Fery. Melihatnya membuatku tersiksa, melihatnya membuat perasaan ku jadi tak menentu. Sungguh aku malas untuk pergi ke kampus tapi sepertinya tuntutan kuis hari ini mengalahkan rasa malasku.
Entah apa rencana Tuhan, Dia mempertemukan aku dengan Fery di jalan ketika aku hendak pergi ke kampus. Tuhan, sungguh aku tidak ingin bertemu dengannya.
“Hai..” Fery menyapaku
Aku hanya mengangguk, tak membalas sapaannya. Ku percepat langkah kakiku tapi sialnya dia juga melakukan hal yang sama dengan ku, mempercepat langkah kakinya.
“Silahkan jalan duluan!” Pintaku dengan sedikit kesal.
“kenapa? Kamu malu jalan sama aku. Emmhh atau ada yang marah yah?
Aku terdiam, kini Fery pindah posisi yang tadinya di sampingku sekarang tepat berada di hadapan ku.
“Asmi, jawab dong?”
“Tolong jangan bersikap seperti ini!”
Fery sedikit bengong dengan perkataanku. Aku pun melanjutkan perkataanku kembali.
“Fery tolong dengar baik-baik. Berhentilah bersikap seperti ini. Tolong berhenti besikap akrab. Aku ga suka kamu seolah-olah seperti teman dekat. Kamu bukan orang seperti itu kan? Jadilah diri kamu yang dulu. Yang cuek dan ga banyak nanya. Kamu orang yang seperti itu Fery. Tiga semester kita dikelas yang sama dan selama itu pula kamu tidak pernah seperti ini. Kamu jelas mengerti maksud ku Fery.” Aku pun berlalu meninggalkannya.
“Tunggu Asmi.” Fery menarik tanganku.
“Asmi, aku hanya ingin memperbaiki keadaan. Menurutku ini sesuatu yang bagus bukan. Dulu kita tidak saling menghiraukan dan aku mencoba untuk memperbaikinya. Hal yang wajar menutku. Kita teman sekelas dan tidak mungkin kita bersikap seolah-olah tidak mengenal satu sama lain.”
Fery memang benar. Tapi jika dia bersikap seperti itu, aku yang tersiksa. Lebih baik dia tidak bersikap akrab terhadapku. Itu akan menjadi lebih baik untukku.
“Atau kamu benci sama aku ya Asmi?” Tanya Fery
“Ka Elfira pacar kamu?” aku balik bertanya
“Iya.” Jawab Fery dengan wajah yang nyaris tanpa ekspresi
“Aku suka sama kamu Fery.” Kata-kata itu begitu jelas keluar dari mulut ku. Tuhan apa yang baru saja ku katakan?
“Apa? Suka. Serius Asmi?”
Aku kelagapan, mulutku tak bisa berkata apa-apa. Untuk menyangkal pun aku tak bisa. Yah beginilah sifatku. Aku pun terkadang kesal, kenapa setiap gugup aku tak bisa berkata apa-apa. Harusnya aku bisa menyangkalnya atau berbohong berkata sesuatu.
*****
Sudah seminggu aku tidak masuk kuliah, aku terlalu malu bertemu Fery. Entah barapa puluh SMS dan panggilan tak terjawab dari teman-teman ku, terutama dari Fita, menanyakan kenapa aku tak masuk kuliah tanpa kabar apapun.
Handphone ku bergetar tanda SMS masuk. Ku buka untuk melihat isi smsnya. Dari nomor yang tak ada namanya di kontak ku. Aku mulai membaca isi SMS nya.
                        Asmi..
                                Besok kita ketemu yah jam 5 sore
                                Di taman dekat rumahmu
Fery
Sedikit rasa tidak percaya aku membaca SMS itu. Ku bayangkan sosok Fery dengan wajahnya yang manis. Bisa ku bayangkan betapa malunya aku jika besok bertemu dengannya. Aku ragu untuk datang menemuinya.
*****
Dengan langkah ragu kulangkahkan kakiku menuju taman. Disana ada seorang lelaki yang sedang duduk di sekitar taman, dari belakang aku mengenalinya. Aku mengurungkan niat ku dan ingin kembali saja pulang tapi hati ku mengatakan harus menemuinya.
“Udah nunggu lama?”
“Hai Asmi, kamu datang juga. Aku belum lama. Ayo duduk.”
“Aku tahu maksud dari pembicaraan kita hari ini Fery.”
“Waktu itu, apakah serius yang kamu katakan?”
Lama aku terdiam. Apa aku harus jujur tentang perasaan ku atau kukatakan saja kalau itu hanya gurauan. Hujan membangunkan ku dari lamunan. Aku dan Fery berlari keluar taman untuk berteduh. Kita berteduh di warung kecil pinggir jalan.
Aku jadi teringat saat dulu. Saat perasaanku mulai tumbuh untuk laki-laki di sampingku ini. Dulu juga seperti ini. Saat hujan lebat. Akan ku utarakan semuanya padamu Fery walau pun aku tahu cintaku ini hanya bertepuk sebelah tangan.
“Saat hujan turun, ia membawa cinta untuk ku Fery. Gemercik hujan adalah tarian cintaku Fery. Hujan lebat waktu itu…Mulai dari saat itu aku menyukai mu, cinta seorang gadis kepada lawan jenisnya. Rasa ingin dicintai, rasa ingin memiliki, rasa ingin bersama. Semua rasa itu untuk kamu. Kamu ga perlu lerlalu memikirkan perasaan ku. Aku hanya ingin mengutarakannya saja. tidak lebih. Aku juga tahu ada gadis lain yang telah bersandar dihati mu.”
Terdengar suara handphone berbunyi, Fery mengambil handphone di sakunya. Aku tak terlalu memperhatikan betul pescakapan Fery dengan suara orang yang ada di handphonenya.
“Tadi kakak sepupuku meminta untuk ditemani belanja. Namanya Elfira, dia satu kampus dengan kita, semester lima”. Fery menjelaskan dengan senyum dipipinya kepadaku.
“Ini hujan yang sangat indah Asmi.”
“Jadi….”
Tak sempat aku melanjutkan kata-kata ku, bibir Fery telah melekat manis dibibir ku.
“Kamu tahu Asmi, beruntungnya aku diberi rasa seperti ini olehmu. Aku juga merasakan hal yang sama dengan mu. Aku suka hujan Asmi, tahu kenapa? Karena hujan adalah perasaan mu.”

Karya: Wulan Yuniah

Komentar

Popular Posts