Sepatu Nomor 39



gambar: google

(Part 1)

Juni, 2018

“Apa yang paling kamu tidak sukai?”

“Emm suaraku...”

“Suaramu... Kenapa?”

“Tidak lembut sama sekali, tidak sexy. Aku sering iri dengan perempuan yang mempunyai suara bagus. Suara mereka enak sekali untuk didengar. Bahkan, mungkin jika aku pria. Aku sudah jatuh cinta karena mendengar suaranya.”

“Bisakah suara seseorang dapat membuat jatuh cinta lawan jenisnya?”

“Iya, sangat bisa Sam.”

“Emmm begitu kah.”

“Sekarang, aku yang giliran bertanya. Apa yang paling kamu tidak sukai?”

“Emm, haruskah ku jawab?”

“Iya!”

“Kamu.”

“Aku?”

“Iya!”

“Kenapa?”

“Haruskah ku jawab alasannya...Sarah?”

<Enam bulan lalu>

Hari ini Bandung dingin sekali, hujan mengguyur sepanjang malam hingga pagi buta. Lihatlah, ini sudah pukul delapan sedang hujan tak kunjung reda. Hanya senang mempermainkan, sebentar berhenti sebentar turun lagi. Patutnya bersyukur atas rizki yang turun dariNya. Nikmati saja hujannya, dibawah payung yang basah, mari bergegas mencari sesuap nasi di hari ini.

“Ini, pakai payung saya. Saya bawa dua. Nanti dikembalikan saja lewat Dita.”

“Oh iya terimakasih,” ucapnya sambil tersenyum pada si pemberi pinjam payung.

***
Mari bercerita tentang dia yang bernama Sam. Si pemilik punggung tegap dengan tinggi badan tidak terlalu tinggi untuk ukurannya sebagai seorang pria. 165 cm, hanya berbeda 5 cm dengan tinggi badanku. Sam, yang sering bertemu di bis kota ataupun jalanan yang bising ketika berangkat kerja. Dia dingin, mungkin karena aku bukan perempuan yang dikasihinya. Berbeda ketika dengan Dita, ia hangat dan banyak tersenyum. Jelas saja, Dita adalah kekasihnya. Sam, yang sering berterimakasih saat kupinjami payung ketika hujan. Jika kupinjami hatiku ketika ia bersedih karena Dita, apa dia juga akan menerima pinjamannya? Ahh gila...

“Nih, payungmu. Dia mah kebiasaan gak mau bawa payung. Udah tahu musim ujan. Katanya masa cowok bawa-bawa payung.”

Aku hanya tersenyum saat Dita mengembalikan payung yang tadi pagi kupinjamkan pada Sam. Dita teman baikku di kantor. Ia menarik dan pandai berhias. Aku sering iri saat melihatnya begitu terlihat cantik dengan bedak, gincu, maskara dan riasan lain yang menempel di wajahnya. Membuatnya terlihat berbeda dibanding saat wajahnya polos tanpa riasan.

“Ini Sar, pakai ini. Ini namanya shading. Idung aku jadi terlihat lebih nonjol,” ucapnya suatu ketika saat sedang berhias.
***
Aku tak pernah merasa bersalah saat menaruh hati pada Sam, meski ia adalah kekasih teman baikku. Selama kujaga baik-baik, perasaan itu tak akan pernah terlihat dan tak akan jadi masalah. Tapi bagaimana jika Dita lambat laun menyadari bahwa teman baiknya jatuh cinta pada kekasihnya? Entahlah, kita lihat saja akan seperti apa. Aku hanya perlu bersiap-sipa saat rahasia itu diketahui, bahkan untuk kemungkinan paling buruk sekali pun.

“Ayo, kita barengan aja Sam. Saya antar kamu ke kantor dulu.”

“Terimakasih.”

“Harusnya kamu bawa payung Sam, ini musim hujan. Hampir setiap hari hujan. Beruntungnya kita selalu satu bis, dan beruntungnya lagi saya suka bawa payung dua. Tapi maaf hari ini hanya bawa satu payung...”

“Semoga setiap hari kita satu bis Sarah,” ucapnya sambil mengambil alih pegangan payung dari tanganku.

Aku dapat melihat senyumnya, meski matanya sedari tadi menatap ke depan melihat jalan. Berdua dengannya di bawah payung yang sama, semoga degup jantungku tersamarkan dengan riuhnya suara hujan.

“Terimakasih Sarah. Maaf merepotkan...”

“Sama-sama Sam.”

“Kapan-kapan saya traktir kamu. Saya hutang banyak dipinjami payung terus. Saya masuk dulu.”

Seperti biasa, aku hanya dapat menatap punggungnya lamat-lamat kala ia pergi setelah berterimakasih. Tidakah ini melelahkan? Mari lakukan sekarang atau tidak sama sekali.

“Saaam...” Aku berteriak dan menghampirinya.

“Sam!”

“Iya Sarah, ada apa?”

“Sam, ada yang ingin saya katakan.”

“Iya, katakan!”

Aku mengepal tanganku kuat-kuat, mengumpulkan seluruh keberanian. Ayo Sarah...

(bersambung)



Komentar

Popular Posts