Sepatu Nomor 39

(Part 3)
“Iya Sar, menikah. Bagaimana menurutmu?”
“Itu bagus Dit. Memang seharusnya kamu cepat-cepat menikah. Usia kita sudah matang. Memang sudah saatnya. Apa Sam sudah mengajakmu menikah, Dit?”
“Belum sih...”
“Bicarakanlah Dit. Secepatnya,” ucapku dengan senyum getir.

***

Januari 2018
Biarkanlah hari ini aku menjadi penyihir jahat yang igin merenggut kebahagian tuan putri demi mendapatkan cinta putra mahkota. Tekadku sudah bulat, kakiku sudah tepat mendaratkan langkahnya di tempat yang dituju. Sebuah rumah begitu riuh dengan tawa canda yang terpancar dari senyum-senyum wajah bahagia. Gadis cantik bak putri Anastasia duduk manis dengan gaun sederhana merah muda.
“Sar, ih kamu kok telat datang sih. Udah tau sahabatnya tunangan.”
“Maaf Dit. Selamat ya,” ucapku tulus.
“Emm, Sam mana?”
“Ada tuh, sama teman-temannya.”
“Aku mau kasih Sam selatnya Dit.”
Sam, dia terlihat bahagia. Senyumnya merekah.
“Hai Sam...Selamat ya!”
“Iya Sar terimakasih.”
“Ada yang ingin saya katakan, bisa berbicara berdua?”
Sam menganggukkan kepala, lantas mengikuti langkah kakiku. Sedikit jauh dari jarak Dita berada. Ia melambaikan tangan ke arah kami, hendak berjalan ingin bergabung. Tetapi terhalang dengan datangnya orang-orang yang ingin memberi selamat.
Sam memainkan gelas ditangannya, matanya tertuju ke arah sepatu yang kupakai.
“Emm, sepatu Sar...”
“Sepatumu Sam.”
“Oh ya?” Ia mengerjitkan dahi.
Aku tersenyum simpul, “Ini Dita yang meminjamkan waktu aku menginap di rumahnya.”
“Oh begitu...Lalu, apa yang mau kamu bicarakan?”
“Tidak penasarankah kenapa aku memakainya Sam?”
“Aku penasaran.”
“Maaf sebelumnya jika ini membuatmu risih. Tolong dengarkan saja. Kamu tidak harus menanggapinya. Seorang perempuan telah jatuh cinta pada pria. Diam-diam ia mengaguminya, menatapnya dari tempat tersembunyi, dan mendo’akannya di senyapnya malam.”
Sam masih menatapku. Mendengarkan setiap kalimat yang kuucapkan.
“Sayang, pria yang dicintainya telah mencintai orang lain. Ia tak berharap banyak, selain rasa untuk memiliki suatu hari nanti. Siapa yang tahu, tenyata kekasihnya saat ini belum tentu jodohnya. Suatu hari, ia menemukan sebuah sepatu. Ternyata itu milik pria yang dicintainya. Ia pakai sepatu itu, terlihat rona bahagia diwajahnya. Betapa menyedihkannya ia bukan?”
“Dan pria itu saya, Sarah. Kamu mencintai tunangan sahabatmu sendiri Sarah?”
Hening sejenak, aku tak dapat berkata apa-apa lagi.
“Sam, maksud kamu apa?” Tiba-tiba suara Dita memecahkan keheningan...

(Bersambung)

Komentar

Popular Posts