Ketika Dua Orang Penyukai Puisi Jatuh Cinta

Sebetulnya sempat ragu menuliskan ini, takutnya dibilang terlalu mengumbar kehidupan pribadi. “Tulis, engga, tulis, engga, tulis, engga...” Akhirnya tulis saja hehe. Ahh, peduli amat dengan perkataan mereka. Aku senang menulis dan kamu tak dapat menghentikannya.


Jika hujan adalah proses jatuhnya bulir-bulir air ke muka bumi, yang prosesnya dari penguapan air yang ada di bumi lalu melayang ke udara hingga membentuk awan dan dengan bantuan angin awan-awan berkumpul menjadi besar, makin besar hingga tak dapat menampung uap air hingga terjadilah hujan. Lantas kenapa ketika ia datang menghujam bumi, datang pula kenangan yang tersimpan baik di hatimu. Apa hubungan antara hujan dengan kenangan. Bagaimana ia dapat begitu melukai hati.
Aku pernah membaca sebuah artikel, bahwa orang yang mengaitkan hujan dengan kenangan adalah orang yang sakit jiwa. Merekamenyebutnya winter blues. Jadi aku pun bisa jadi sakit jiwa? Itu tak mungkin, bagaimana orang yang sakit jiwa dapat hidup dengan baik sepertiku. Ku kira bukan hanya aku—kamu pun setuju bukan jika hujan selalu menghadirkan sebuah kenangan.
Hari ini hujan turun dengan begitu derasnya. Aku mengenangnya, seseorang yang pernah membuatku bodoh tentang cinta. Beruntung, dihari ini ketika aku memikirka ataupun membaca bait-bait puisinya, rasanya hambar saja. sesekali aku tersenyum geli ketika mengingat kebersamaan dengannya. Aku pernah menjadi bodoh karena berbagai macam hal, termasuk dalam hal cinta. Dan hari ini aku hanya ingin mengenang saja.
Dia sama sepertiku, ingin sekali menjadi seorang penulis. Kamu tahu, dia pintar merangkai kata. Tulisanku kalah dengannya. Dia seseorang yang dapat meluluhkan hati wanita dengan puisinya. Dia laki-laki yang mudah putus asa, dan aku berusaha menjadi kuat untuknya. Ku kira, salah satu yang membuat jatuh cinta adalah untaian puisi yang selalu ia tulis untukku. Kamu pasti akan berpikir aku terlalu naif dan bodoh. Laki-laki memang pandai untuk bergombal. Ya, mungkin kamu ada benarnya.
Dia ingin sekali jadi penulis, sering meminjam novel dan buku-buku lainnya dariku. Entah bagaimana keadaannya sekarang. Masihkah ia tinggal di bumi? Ahh, aku sudah tidak peduli. Dia bukan orang yang tepat untuk kudampingi.
Iseng ku buka kumpulan puisinya, tersusun rapi di sebuah folder laptopku. Salah satunya adalah ini. Puisinya ia tulis ketika kami telah perpisah.


Cukup tersentuh bukan dengan bait-baitnya. Tapi dibagian bait yang ia menulis bahwa kulitku hitam manis, aku kira itu perlu koreksi. Kenapa begitu jelas menyebutkan warna kulitku. Setidaknya bilang saja kulitnya cokelat, atau eksotik haha. Ya, dia memang berkulit putih berbeda denganku yang eksotik ini haha. Hey, kamu lihat kan bahwa cinta ternyata tak selalu tentang fisik hehe. Aku jadi ingat percakapan dengan seorang pria, bukan pria si puitis ini, pria lain yang juga pernah singgah
“Aku minder ihh, tuh putih kamu dibanding aku.”
“Emang kenapa. Tuh lihat, cewe disana putih banget tapi wajahnya biasa aja. Gak selalu cantik itu identik samaputih.”
“Jadi aku cantik?” Sambil mesem-mesem
Pria puitis itu, entah hari ini apa dia masih mengingatku. Apa cita-citanya masih sama seperti dulu. Mungkin, di hari ini kekasihnya banyak sekali mendapatkan puisi. Ahh aku jadi iri, tak ada lagi yang membuatkan puisi untukku. Apa kamu pernah dibuatkan puisi oleh seseorang? Percaya deh, kamu akan baper sebaper bapernya haha.
Ngomong-ngomong hujannya sudah reda. Sudah cukup mengenang masa lalunya. Masa lalu yang begitu bodoh. Maafkan ya Rabb..

Komentar

Popular Posts