Menjadi Seorang Guru


Saya gak pernah berpikir menjadi seorang guru. Kalaupun dulu sewaktu kecil pernah ditanya, “cita-citanya mau jadi apa?” jawab asal aja, “guru.” Lulus SMA, atas rekomendasi orangtua, lalu saya memilih untuk mengambil jurusan pendidikan Bahasa Indonesia, untuk nantinya menjadi seorang guru. Tadinya ingin Bahasa Inggris tapi saya gak pede. Padahal kalo dipikir kembali, kenapa harus tidak percaya diri, gunanya kuliah kan agar kamu mempunyai pengetahuan lebih, kamu akan belajar supaya jadi pintar. Yah saya akui, pemikiran saya masih dangkal. Katanya dulu beredar kabar bahwa gaji guru akan tinggi, pengangkatan jadi pegawai negeri sipil akan mudah, dan lagi saya yang berjenis kelamin perempuan ini katanya lebih baik jadi guru saja. Kerjanya tak menyita banyak waktu. Jika nanti sudah berumah tangga, dapat lebih banyak mengurus keluarga ketimbang menjadi pegawai kantoran yang kerjanya 8-12 jam, terlebih ada waktu lembur. Dan kalian tahu, ternyata semua itu hanya kebohongan belaka. Sampai disaat ini, gaji guru masih kecil, pengangkatan semakin sulit, dan tentang jam kerja. Apanya yang lebih banyak waktu dirumah. Dari berangkat jam setengah enam pagi, paling cepat saya pulang jam lima sore dari sekolah. Jika boleh waktu saya putar kembali. Saya tidak akan pernah mau menjadi seorang guru. Kenapa dulu saya memilih menjadi seorang guru sedang saya ingin mencari uang yang banyak. Kenapa tak ingin menjadi pengusaha, atau apapun itu yang dapat menghasilkan uang yang banyak.

Saya pikir, saya terlalu banyak dicekoki pemikiran primitif para orang tua. Kalau saja saya cukup cerdas untuk memilih jurusan, atau tak memaksakan untuk kuliah tapi bekerja terlebih dahulu. Orang-orang dulu—dan orang yang hidup di jaman sekarang yang pemikirannya masih primitif bahwa menjadi PNS adalah hal yang membanggakan, yang dapat mensejahterakan hidupnya. Mereka rela mengabdi dengan honor kecil untuk nanti ikut tes, yang sibuk memikirkan jam kerja agar terpenuhi sertifikasi. Bahkan yang lebih bodoh adalah soal rela menyuap berapa pun agar dapat menjadi PNS, yang visi misi tersiratnya adalah jika kamu jadi PNS kamu dapat gadaikan SK. Jika tujuannya adalah uang saya kira salah jika jalannya adalah menjadi guru. Jadilah kamu pengusaha, bukan jadi abdi negara.

Saya pernah menjadi bodoh, dengan angan bahwa menjadi guru nanti kamu dapat ikut tes jadi PNS. Kamu nanti akan sejahtera, ada tunjangan ini dan itu. Tinggal nanti sekolah lagi, kamu naik ke kategori yang gajinya akan lebih tinggi. Bodoh! Secara tersirat niat mencari ilmu pun bukan karena ingin belajar apalagi beribadah dan untuk memberikan kebermanfaatan banyak orang tapi demi pangkat.

Honor pertama yang saya dapatkan ketika pertama kali mengajar, nominalnya tidak lebih dari dua ratus ribu rupiah, dan di potong dua ribu untuk administrasi katanya. Mendadak diketika itu saya menjadi orang yang pintar. Saya putusnya tak aan mengajar lagi. Saya cari pekerjaan lain yang uangnya jauh lebih besar. Kalian tahu, ternyata pada saat itu saya bukan menjadi pintar tapi kebodohan saya naik level ke tingkat atas. Menjadi manusia paling bodoh.

Mulailah saya bekerja di bank yang mengatasnamakan syariah, tetapi ternyata didalamnya sama saja. Bunga yang diganti dengan nama margin yang di hitung-hitung bunganya lebih besar dibanding bank konvensional. Gajinya tentu saja berkali-kali lipat dibanding honor saya mengajar. Di sana saya dapatkan banyak uang, tapi tidak kenyamanan hati. Itu riba dan saya tak mau terjerat di dalamnya.

Kamu harus percaya, jika Allah memberikan apa yang kamu butuhkan bukan yang kamu inginkan, Dia Maha tahu sedang kamu tidak.

Agustus, 2016. Saya menjejaki dunia pendidikan kembali. Lewat sebuah iklan lowongan kerja disebuah surat kabar. Entah kenapa saya merasa ingin mencoba untuk melamar kerja ke sana.
Dan Allah memberikan apa yang saya butuhkan bukan yang saya inginkan. Hari ini saya berada di tempat yang saya senangi. Hari ini saya bangga dengan pekerjaan saya. bersyukur dengan pendapatan saya. Menikmati lelahnya pulang bekerja.

Saya pernah menjadi bodoh sibuk mengejar dunia yang fana. Mengeluhkan hidup tanpa membuka mata atas nikmat hidup yang saya punya.

Mulai saat ini saya tak mau menjadi seorang yang bodoh lagi. Saya ingin bermanfaat untuk banyak orang. Menjadi manusia yang ikhlas berbagi ilmu. Saya tak ingin jadi guru yang di teladani, itu akan sangat merepotkan. Kau harus selalu terlihat baik dan sempurna. Sayangnya manusia tidak ada yang sempurna. Itu sungguh akan merepotkan. Ketika ada celah kesalahan, busur cacian telak sudah akan menghakimimu. Cukuplah menjadi guru yang disenangi, yang dirindukan, yang ketika mereka mengingatmu hanya ada kesenangan dan kebaikan. Mengingat kekoyolanmu yang membuat mereka terbahak mungkin itu tak apa, pertanda banyak kedekatan yang kau buat dengan mereka.

Hari ini saya adalah seorang guru, dan saya bangga.

Wulan Yuniah

Komentar

Popular Posts