Mengasuh Anak dengan Cinta dan Logika (Gaya Orang Tua ketika mengasuh Anak) Part 1

    
Setiap pulang bekerja, ibu selalu menyambuku dengan hangat. Bergegas ke dapur dan  bertanya banyak hal tentang apa saja yang dilakukan, bertanya untuk memastikan apakah memakai payung tatkala hari sedang hujan. Menyiapkan makan sudah pasti barang tentu dilakukannya. Ketika beranjak ke tempat tidur, tak lupa juga ia selalu membawakan segelas penuh air putih. Maklum, anaknya sering kehausan jika malam hari. Tentu saja aku senang dengan perlakukannya. Dia ibu terbaik yang ku miliki, tapi sungguh, itu membuat tak nyaman. Ibu belum membiarkanku untuk mandiri, apakah ia masih menganggap aku putri kecilnya yang harus selalu diladeni?

Aku pikir, ibu tak perlu repot menyiapkan makan untukku atau membawakan segelas air putih setiap akan menjelang tidur. Itu akan menjadi kebiasaan buruk. Menjadikanku pribadi yang malas dan bergantung kepadanya. Ibu selalu seperti itu, dari sejak aku kecil ia selalu beranggapan bahwa anaknya ini tak mampu “apa-apa” tanpa bantuan darinya. Pernah suatu hari aku berkata kepadanya, “Gak usah di siapin, aku bisa sendiri.” “Kan cape pulang kerja.” Jawabnya singkat. Begitu pun ketika aku mulai akan mencuci pakaian kotor yang menumpuk di kamar mandi, atau mengepel lantai di pagi hari. “Udah gak usah, mamah gak ada kerjaan di rumah. Kamu kan harus kerja.” Katanya sambil mengambil alih pekerjaan yang sedang ku kerjakan. Ya, tak ada yang salah dengan rasa cintanya sebagai seorang ibu kepada anak. Tetapi cinta saja sepertinya tidak cukup. Harus ada logika yang menyertainya.

Saya rasa, banyak orang tua yang belum paham bagaimana cara mengasuh anaknya dengan pola asuh yang benar. Wah di timpukin emak-emak gak yah saya bicara seperti ini. Secara ini yang bicara belum married haha.  Baiklah mari simak ulasan saya di bawah ini tentang mengasuh anak dengan cinta dan logika. Berbekal ingatan tentang seminar yang saya ikuti beberapa bulan lalu tentang cara mengasuh anak dengan cinta dan logika yang di sampaikan oleh Ibu Dinda (saya lupa lagi dari lembaga apa hehe, itu adalah lembaga yang di kelola oleh Ibu Elly Risman kalau tidak salah. Tolong dikoreksi kalau salah).
Menurut beliau ada dua gaya orang tua dalam mengasuh anak, kita bahas satu-satu.

1. Gaya Helikopter
“ada helikopter jalannya muter-muter. Ada anak pintar sekolah gak di anter.” Nah kalau itu lagu hehe. Tahu kan helikopter ada baling-baling diatasnya. Cinta orang tua diibaratkan seperti baling-baling helikopter yang selalu berputar di atas anak. Orang tua yang memakai gaya helikopter ini sangat siap siaga ketika anak mengirimkan sinyal darurat. Tidak ada hari tanpa perlindungan. Semua bala bantuan akan di kerahkan untuk melindungi sang anak, meskipun terkadang anak tak meminta atau memerlukan bantuan.

Orang tua tak akan pernah tega jika anak mengalami kesulitan. Orang tua selalu mempermudah semua kesulitan yang dihadapi oleh sang anak.
Mari kita ambil beberapa ilustrasi berikut:

Suatu hari si anak yang sudah berada di sekolah menelpon ibunya bahwa Prnya ketinggalan.
“Haloo mah pr aku ketinggalan, mamah cepet yah anterin ke sekolah.”
“Iya sayang. Mamah anterin.”
“Cepet mah. Kalau engga nanti aku di hukum.”
“Kamu tenang sayang. Kamu gak akan di hukum. Pokoknya kamu tenang prnya mamah anter sekarang juga. Kalau gurunya negur, bilang Prnya lagi dianter sama mamah.”

Ketika orang tua mengantarkan pr si anak atas dasar cinta, tidak mau di hukum karena prnya ketinggalan, apakah anak belajar dari kesalahan yang dibuatnya? Jawabannya adalah tidak. Biarkan ia menerima konsekuensi akibat prnya ketinggalan. Jika ia tak mau di hukum, itu berarti ia harus bertanggung jawab terhadap apa yang dimilikinya. Sehingga dengan begitu ia belajar dari kesalahannya dan tak ketinggalan membawa prnya.

Ilustrasi lainnya adalah ketika anaknya akan pergi outing class si Ibu diam-diam mengikuti rombongan. Ia khawatir dan tidak sepenuhnya mempercayakan anaknya yang masih TK itu kepada guru. Hari itu mendung, si ibu membayangkan bagaimana kalau anaknya kedinginan, kehujanan. Bagaimana kalau terjadi apa-apa disana. Sedang gurunya pasti tidak selalu menjaga anaknya karena banyak anak yang harus di jaga. Kekhawatiran si Ibu ditularkan kepad ibu-ibu lainnya. Ia menghubungi yang lainnya dan mereka pun karena terpengaruh akhirnyamemutuskan untuk pergi ke tempat outing. Singkat cerita sampailah mereka disana dan menemui anak-anak mereka. Ternyata anaknya lagi asyik-asyik aja ketawa-ketiwi, anaknya malah bilang, “Bunda kok ke sini sih.”

Semuanya dilakukan atas dasar Cinta. Menganggap anaknya lemah dan tak bisa melakukan apa-apa jika tanpa orangtuanya. Atas nama cinta pula, seorang ibu memiliki kecemasan yang berlebihan. Mereka yang mengasuh anaknya dengan gaya helikopter berdalih ingin memberikan yang terbaik untuk anak. Tidak mau melihat anaknya kesusahan. Padahal dengan mereka berlaku seperti itu membuat anak tidak mampu menangani masalah, tidak sanggup berpikir tentang dirinya, ia tidak bisa menonggakan kepalanya diluar.

2. Gaya Sersan Pelatih
Apa yang terbesit dikepala anda ketika mendengar gaya pengasuhan ini? Seperti halnay sersan, yang dilakukannya adalah memberi perintah. Siap! Laksanakan! Orangtua selalu memerintah anak. Semakin keras teriakan semakin anak akan terkontrol. Apakah anak sempat berpikir atau sempat mengutarakan pendapatnya? Tidak sama sekali.

Hallo para orangtua. Tugas anda adalah mengasuh anak bukan melatih seekor anjing yang ingin terlatih!
Akibat dari gaya sersan pelatih ini adalah anak akan tertekan dan kecenderungan pola pikir menjadi sempit. Mungkin kalau bahasa sundanya itu adalah “tinggal kalongeun”.

Nah, kedua gaya pengasuhan ini sangat efektif dan sukses ketika anak usia DINI tetapi akan menjadi masalah besar ketika REMAJA bahkan DEWASA.

Besok saya posting lanjutannya ☺

Komentar

Popular Posts